Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Petugas gagalkan upaya penyelundupan 330 ekor murai batu asal Simeulue


Perburuan terhadap burung murai batu di Aceh ternyata belum juga berhenti. Belum lama pihak berwajib mengamankan 600 ekor murai batu hasil tangkapan liar di hutan Simeulue, 3 Februari lalu, kasus serupa terulang kembali. Minggu (7/4) lalu, aparat keamanan juga berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 330 ekor murai batu asal Kabupaten  Simeulue. Burung-burung mahal ini hendak dibawa keluar daerah menggunakan KMP Teluk Sinabang.
MURAI  DARI DAERAH SIMEULUE
MURAI BATU DARI DAERAH SIMEULUE
Ratusan murai batu tersebut ditangkapi di daerah hutan-hutan di Simeulue dan hendak dibawa keluar daerah menggunakan transportasi kapal feri KMP Teluk Sinabang. Kapal ini berlayar dari Simeulue ke Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan. Murai-murai tersebut disimpan dalam 30 kotak di atas lantai buritan kapal feri, serta dibungkus dengan tas berukuran besar warna hitam.
Petugas kemudian memergokinya, sehingga upaya penyelundupan bisa digagalkan. Sayangnya, seperti kasus yang dulu, tak ada seorang pun yang menjadi tersangka. Pasalnya, petugas tidak berhasil menemukan siapa yang membawa barang bernyawa itu.
Maraknya penyelundupan murai batu asal Simeulue tidak lepas dari tingginyaharga burung ini, terutama di Jawa dan wilayah lain di Sumatera. Padahal sejumlah pemerintah kabupaten di Aceh, termasuk Pemkab Simeulue, sudah membuat peraturan atau qanun mengenai larangan penangkapan dan perdagangan murai batu untuk dibawa ke luar wilayah kabupaten.
Bagaimana dengan nasib 330 ekor murai batu yang berhasil diselamatkan petugas di KMP Teluk Sinabang? Burung-burung ini sudah dikembalikan habitat asalnya, Senin (8/4) kemarin. Prosesi pelepasliaran ini dilakukan di pegunungan yang terletak di belakang Markas Kodim 0115 Simeulue, dan dilakukan langsung oleh Dandim Letkol Inf Handoko, didampingi Kepala Dinas Kehutanan Pemkab Simeulue, Ir Ibnu Abbas.
Sayangnya, tidak semua burung yang diselamatkan bisa dilepaskan kembali ke habitatnya. Sebab 25 ekor di antaranya mati selama berada di dalam kapal feri.
Menurut analasis Om Kicau, maraknya perburuan liar ini disebabkan masih banyak kicaumania yang menganggap murai batu hasil tangkapan hutan jauh lebih baik daripada murai batu tangkaran. Mereka juga berdalih, yang menjuarai lomba umumnya burung dari hutan.
Sebenarnya semua dalih ini bisa dipatahkan dengan bukti dan logika. Dari aspek bukti, kemenangan Anak Perkasa milik Cece serta Vicking dan Lovina milik Yudi Voltus (Vicking kini sudah di-take-over) di berbagai lomba di kawasan Jabodetabek sudah cukup untuk menunjukkan bahwa murai batu ring atau hasil penangkaran mampu mengalahkan murai batu dari hutan.
Dari aspek logika, kalau ada dalih bahwa yang menjuarai lomba umumnya burung dari hutan, itu karena jumlah pelomba yang membawa burung hutan jauh lebih banyak daripada murai ring (mungkin perbandingannya 9 : 1). Jika perbandingannya adalah sebaliknya, pasti murai batu ring akan lebih sering menjuarai lomba.


 
© 2010-2012 Lek Mar' BLOG